Saturday, January 5, 2013

01. Monumen Pancasila Sakti

(Gerbang Masuk Monumen Pancasila Sakti)

Gerbang masuknya berdiri dengan gagahnya, pepohonan menemani perjalanan saya memasuki area tersebut. Berkat janji dengan teman, target tahun 2013 saya ini terlaksana untuk pertama kalinya. Doakan saya untuk ke depannya yaa *dadah-dadah ala Lady Di.

Sebelum lanjut, saya mau bilang kalau perjalanan yang saya lakukan saat ini cukup berat. Baik dari segi konten maupun dari apa yang saya lihat. Beruntungnya saya punya partner ke sana, yang pengennya disebut NN, prok prok prok, kalau nggak, bisa terkapar di tempat kayaknya. Hehhe.

Ya, yang namanya wisata sejarah, pastilah harus ada bekal yang kita miliki ke sana. Dengan semangat 45, saya mulai melakukan pencarian alamat untuk menuju ke sana, berhubung saya sudah lumayan kebayang ke tempat apa yang saya tuju. Sering membacanya di buku sejarah, tetapi belum benar-benar pernah ke sana. Berkat tanya sana tanya sini sehubungan dengan tanggung jawab sebagai orang yang ngajakin teman plus kami berdua sama-sama disorientasi, akhirnya kami menemukan rute murah untuk mencapainya dan nggak pake lama. Hehhe.

Akhirnya berkunjung juga ke lubang saksi sejarah kelam bangsa Indonesia. Sekarang lubang yang berdiameter 75 cm itu tidak terlalu mengerikan, meski dulunya merupakan tempat pembuangan jenazah 6 orang Jenderal dan 1 orang Lettu.
 (Mengenang Kembali Sejarah)
Apa yang terlihat di sana benar-benar membuktikan betapa mengerikannya masa itu. Clurit, parang dan pedang hampir ada di setiap diorama yang ada di sana. Tulisan yang mendeskripsikan kata bunuh tertulis berulang-ulang di beberapa catatan sejarah yang disisipkan. Bahkan saya rasanya merinding waktu membaca salah satu surat kabar zaman dulu (Soeara Rakjat), bahwa kelompok pemberontak masa itu akan menggunakan alat yang terlihat mirip dengan pengumpul getah karet untuk mencongkel mata para tawanan yang dianggap tidak perlu dibunuh. Oooh Tuhaaan!!! Arrrrgggggh, sungguh besar pengorbanan mereka untuk Indonesia.

Berbagai macam bentuk pemberontakan dan penganiayaan dilakukan. sebagian besar dari 47 diorama yang ditampilkan memperlihatkan adegan pembunuhan baik dari segi penyiksaan, penembakan, atau peperangan. Ada beberapa adegan yang sangat melekat di otak saya, salah satunya adalah adegan seorang polisi yang dicangkul kepalanya. Eeee, saya ingat karena posisinya dekat sekali dengan area pengamatan.

Overall, sistem penyusunan alur cerita dari dioramanya sangat bagus karena dibuat sesuai dengan tanggal kejadian dan membuat pengunjung dapat mengikut apa yang disajikan. Tapi perlu juga siap-siap, bahwa kalian harus mengkondisikan agar kalian berada pada kondisi ketertarikan maksimal karena padatnya informasi yang disajikan. (Off the record, saya rasanya jadi malu namun betapa saya ingin jujur bahwa saya kelelahan dan mengantuk selama di sana. Efek yang muncul pada diorama yang ke 18, ketika dengan syoknya kami menyadari bahwa masih banyak lagi diorama-diorama yang ditampilkan, hehehe).

Selain itu ada juga:
  1. Bekas pakaian dan darah dari ke-7 korban lubang buaya tersebut. 
  2. Foto-foto proses pengangkatan jenazah dari lubang buaya, 
  3. 4 kendaraan bersejarah pada masa itu, 
  4. dapur umum dan pos keamanan yang digunakan oleh pemberontak, merupakan rumah warga yang dialihfungsikan secara paksa, 
  5. tentunya lubang buaya atau sumur tua yang digunakan untuk melengkapi kekejaman tersebut. 
  6. Last but not least, monumen ke-7 pahlawan revolusioner ini yang kini dikenal sebagai Monumen Pancasila Sakti. Dan sejak kejadiaan yang mengerikan itulah ditetapkannya tanggal 1 Oktober sebagai hari peringatan kesaktian Pancasila.
 
(Bukti Perjalanan *alibi)
Dengan Tetes Darah dan Air Mata Membasahi Bumi Ibu Pertiwi, Kini Mereka Telah Tiada.
 Tekad dan Doa Kita Teruskan Perjuangan Dengan Pengabdian Terbaik untuk Bumi Ibu Pertiwi. 
(Teruntuk Pahlawan Revolusioner, Museum Penyiksaan)

Berikut info terkait tempat:
1. Lokasi Lubang Buaya, Jakarta Timur
2. Akses dari Menteng: 
a. Mahal: pake taksi aja, tarif bisa mencapai puluhan ribu bahkan ratusan, karena sedikit macet
b. Murah tapi mutar-mutar dan bikin kecapean karena ngantri naiknya: Busway tujuan TMII dan naik mikrolet M-28
c. Murah dikit dan cepat (ini yang kita temukan, tidak akan ada dibuku panduan): Kopaja 502 dengan harga Rp. 2.000, turun di Kampung Melayu, disambung dengan Mikrolet M-28 tujuan Pondok Gede yang melewati area tersebut seharga Rp. 3.500.
3. Harga tiket masuk Rp. 2.500, harga buku panduan Rp. 5.000 dan kalau mau pakai pemandu harganya Rp. 50.000 (bagi yang mampu bayar, saya sarankan menyewa guide agar ceritanya lebih mengalir. hehe).

That's my story. Wait for the others guys...

Cheriooo!!! Salam Kemerdekaan!!

1 comment:

Liza Aprilia said...

ooo... jadi waktu itu nanyain pondok gede karena mau ke lubang buaya ya din ?! :P

Btw, tambahin foto-foto dong din di postnya.. *pembaca banyak maunya

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...