Sunday, July 8, 2012

Bila Hati Bicara

(Source: here)

Sebenarnya saya sudah dalam posisi tengkurap menuju pingsan. Tetapi sebuah bbm membuyarkan bayangan saya untuk memejamkan mata. Sebuah pesan bertubi-tubi memenuhi layar bb. Dalam masa-masa seperti ini dan malam-malam begini, apa lagi yang akan dibahas, selain masalah merah jingga itu. Masalah yang kadang-kadang juga menjebak saya untuk terjebak dalam gejolak emosi luar biasa. Wkwkwkkw.

Intinya sahabat saya sangat butuh pelampiasan. Biasanya, dahulu, kita sering duduk-duduk sambil gelendotan di kasur (saya bingung ngebayangin posisinya ini gimana. Au ah gelap), bercerita tentang hal-hal serupa. Kalau bukan dia yang bercerita, ya saya. Dan dengan melihat bbm yang bertubi-tubi itu, saya bisa menganalisa (kebetulan saya itu konsultan pemirsa,, hwhaha) dan tahu dia sedang emosi luar biasa. Pas saya baca apa yang dia kesalkan, bagi saya, yaaa masalah tipikal laah.

Masalah yang kalau ditilik secara logika, bisa dikatakan "Nggak Penting Banget", namun kalau pakai hati akan menjadi masalah yang menguras emosi luar biasa. Yaa, seperti tukang becak yang disuruh ngebecakin sapi gendut sebanyak tiga ekor. Ahahah, nggak penting banget. Tapi ya begitulah, namanya juga merah jingga. Segumpal aja di rongga kiri dada, tapi kita bisa terombang-ambing dengan perasaan yang ditimbulkan dari sana.

Dasar saya memang kadang bukan seorang teman yang baik (jika yang dimaksud teman yang baik disini adalah teman yang selalu setuujuuuu terus sama teman yang sedang curhat, padahal jelas banget temen kamu juga salah), malah cenderung menjatuhkan alias berkata apa adanya, tanpa embel-embel menghibur. Tentu saja sistem saya menyatakannya disesuaikan dengan orang yang saya ajak bicara. Berhubung teman saya ini sudah bertelinga kuali dan berkulit badak karena sudah tertempa kemampuannya berhadapan dengan saya semenjak dahulu kala (padahal dia sempat nangis bombai gara-gara saya bilang jenis makanan Garut ke dia, karena nggak ngerti-ngerti waktu saya nerangin. Padahal dia biasanya dipuji-puji karena saking pinternya. Hwahahha), jadi saya rada blak-blakan.

Kalau kita bicara sama orang yang sedang bersinggungan dengan masalah merah jingga, sebagai tempat curhatan, percayalah bahwa Anda akan merasa bahwa Anda berada di Komidi Puter. Muter-muter disitu aja omongannya. Anda kasih solusi, dia masih kekeh sama masalahnya, ngasih solusi lagi (padahal nggak jauh-jauh juga dari solusi pertama karena masalahnya sama), dia tetep kekeh sama pendapatnya. Sampai-sampai saya sudah hapal mati sama apa yang dia curhatin, karena ya itu tadi, kalau nggak muter-muter ya jalan di tempat.

Teman saya kesal luar biasa, karena si pasangan tak lekas membalas bbm-nya. Bbm yang kalau saya pikir-pikir, bahasa yang mengundang perang. Curhat kalau biasanya si dia selalu ngalah. Saya pikir, "mungkin dia sedang bosan tak ingin ngalah". Teman saya bilang, "tapi gw udah sering ngalah juga kok". Saya bilang, "jadi lu ngarepin apa dengan balasan dia?" Teman saya bilang, "setidaknya balas jangan nge-judge kalau gw salah". Saya bilang, "lah elu juga balasnya balasan jenis ngajak perang". Teman saya bilang, "harusnya dia nanya kenapa gw nggak bisa". Saya bilang, "yaa cowok banyak pakai logika. Kalau lu bilang enggak ya artinya enggak. Padahal dalam bayangan cewek, enggak artinya "gw pengen ditanya mengapaaa??" (ribet banget ya menyatukan pemikiran dua jenis manusia ini)". Teman saya mengiyakan. Saya bilang, "Ya udah lu mau gimana? Mau ngalah atau nggak mau?" Teman saya bilang, "gue nggak mau ngalah". Saya bilang, "Ya udah, kalau gitu lu tunggu aja sampai emosinya reda. Tapi kalau lu mau ngalah, sapa dia, tapi nyantai aja. Jangan defensif". Teman saya bilang, "tapi gue kesaal". Saya bilang, "ya udah diamin aja". Teman saya bilang, "apa nggak bisa dia nanya gitu, kenapa gue nggak mau?" Saya berpikir dan mengurut dada (matilah gue, disuruh mulai dari awal lagi, rewind lagi, ngasih nasehat itu lagi). Saya paparkan apa yang saya pikirkan. Teman saya bilang, "iya siih mungkin kesal". Saya sudah lega akhirnya dia nemu logika. Daaan kalimat berikutnya, "Tapi gue kesaaaallll....."

Akhirnya saya angkat tangan. "Terserah lu, gue udah kasih opsi buat lu. Lu tinggal milih, mau gimana-gimananya. Intinya, lu ada andil dalam kekesalan yang terjadi". Pada dasarnya, percuma aja kan saya ngomong berbusa-busa, kalau otak teman saya udah nge-blok semua saran yang diberikan, kalau teman saya ini hanya ingin mencari pembenaran. Hahaha. Saya kadang-kadang bijak pada hal-hal yang bukan masalah saya (ngunyah sirih, berasa sesepuh). Akhirnya teman saya bisa berpikir jernih bagai air jernih. Dan akhirnya saya terlepas dari circular discussion itu. Hwahhaha.

Ada sebuah percakapan lucu yang sempat membuat saya ngakak luar biasa, membuat saya terpingkal-pingkal. Bahwa kalau dalam keadaan berbunga-bunga, segala sesuatu itu efeknya jadi berkali lipat. Begini percakapannya, saya hanya menulis ini dengan tujuan penggambaran bahwa logika nggak main disini.
Dalam suasana kesal luar biasa, teman saya bercerita mengenai ketidakpercayaannya mengenai maunya si pria mengalah. Dahulu selalu mengalah. Dalam bayangan saya, dia menatap jendela dan berkata, "Gue nggak habis pikir, ngapain ya dia rela nungguin gue di halte cuma buat bareng. Padahal udah ada banyak bus yang melewatinya."
Saat saya baca, tentulah saya bingung dan berpikir. Dimana ini sisi romantisnya. Dan bilang, "Namanya juga nungguin elu. Nggak usah lebai juga siiih. Gue juga, kalo nungguin elu, berapa bus lewat di depan hidung gue juga, karena judulnya gue nungguin, ya gue nggak pake naeklah."
Doeng. Hwhahaha. Bener kan ya, yang saya katakan?  Nggak salah kan? Kalimat yang sungguh memporak-porandakan sisi romantis yang dirasakan teman saya. Cintaaa cintaaa, merah jinga yang tak sesuai logika.

Kalau bicara soal hati, susah dilihat pake logika.
(My Friend's Story - The other Story) 

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...