Thursday, April 26, 2012

8th: Tanah Dewata, Konferensi yang menyenangkan (Part 3 Tanah Dewata)

Saya sengaja membagi menjadi part-part. Sebab ada banyak yang ingin saya sampaikan dan harus sekarang. Kalau tidak sekarang, saya bisa lupa dan tidak mood lagi. Ini cerita tentang konferensi.

DAY ZERO|23 April 2012
Mencoba untuk membaca bahan dan bingung. Saya ke sini kan mau belajar. Kebetulan saya juga sangat kelelahan. Jadinya pukul 11:30 PM waktu setempat saya tertidur pulas. Untung kamarnya nyaman.

DAY ONE| 24 April 2012
Pagi
Menghabiskan banyak waktu untuk berdandan biar tak lagi dibilang anak-anak. Sehubungan dengan konferensi ini yang akan datang adalah bagian managerial, business development, president director, general manager, dan level sebangsanya, kami harus tidak terlihat kacangan, meski umur ilmu bisnis kami masih sebangsa ciki-cikian. Berbekal blazer baru dan perlengkapan perang seadanya, kami menghabiskan waktu satu jam. Bravo-bravo. Berkat dandan kami melewatkan sarapan. Walhasil perut keroncongan karena waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. 

(Ini foto waktu kita mau pulang, jadi butek banget)

Dengan menggunakan high heels, baru sekali ini saya makai selama bekerja (jadi Alhamdulillah kaki saya lecet), saya dan Cungki berjalan dengan kecepatan luar biasa versi pakai high-heels = lambat. Sepanjang jalan, teteep saja digangguin (maaf, meski mereka mengucapkan salam, lama-lama gerah juga disepanjang gang di cuit-cuitin dengan ucapan Assalamualaikum. Maknanya jadi beda, menjadikan salam sebagai senjata untuk mengganggu dan mengatai, kalau merasa tidak dijawab). Kami membayangkan akan mengantri saat registrasi, dan kami adalah orang ke-3 dan ke-4 yang datang.

Saat konferensi
Posisi tempat duduk saya dan Cungki pas di tengah
Konferensi di mulai. Kita, dua anak hilang ini, duduk di tengah. Participant yang datang sekitar 2/3 dari kapasitas seharusnya. Saya excited sekali, dan deg-degan. Karena ini adalah kali kedua saya ikut konferensi, dan kali pertama tanpa bos, jadi kita adalah dual fighter. Berjuang untuk menimba ilmu dan membangun jaringan. Alhamdulillah ada sebuah bekal pengetahuan yang saya bawa dari pekerjaan saya dan sebuah pesan sederhana dari bos saya.
"Tanyalah sesuatu yang ingin kamu tanyakan. Untuk kali pertama, catatlah. Nanti, ketika kalian sudah terbiasa berbicara di depan umum, kalian akan bisa dengan sendirinya. Dan yang paling utama, Jangan malu untuk bertanya. Dengan pertanyaan itu, orang akan menghargai kita"
Dan nasehat itu menjadi kunci kebahagiaan saya dua hari ke depan. Memberikan ketenangan yang luar biasa bagi saya untuk bertanya apa yang menurut saya pantas untuk ditanyakan, namun memberikan efek yang luar biasa juga setelah saya bertanya (puas dan dingin). 

Awalnya saya takut setengah mati untuk bertanya ditambah dengan bahasa inggris pula, bukan bahasa ibu saya, Indonesia Raya. Tiba-tiba saya teringat diskusi panjang yang sering kami habiskan di kantor, dan pertanyaan itu bagai ayam dan telur. Susah menemukan solusinya. Berhubung pihak yang sedang presentasi adalah pihak yang berkuasa dan ada andil di bidang itu, jadi saya bertanya dengan sedikit gigil ditubuh hingga berkata ke Cungki: "Ya Ampuuun, tadi tangan gue nunjuk yaa? Ya ampun Ya ampun", ya begitulah kira-kira. Efek lebai yang selalu saya praktekan.

Dan benar saja, setelah pertanyaan pertama yang saya lontarkan, ketika coffee break pertama, seorang pria asing menghampiri tempat saya dan partner saya berdiam diri. Nama bapak itu, Mr. Alex. Orangnya baik banget deh (entah ini efek norak saya diajak kenalan sama bule). Dia tersenyum lebar dan memuji pertanyaan saya (perasaan saya bingung dan bahagia), mengatakan bahwa itu adalah pertanyaan yang sering dia tanyakan juga selama ini. Bercakap-cakap sebentar (catat: saya lebih banyak sebagai pendengar yang baik) dan saya kelaparan. Lantas saya berkata: "Bagaiamana kalau kita makan saja, Pak? (ini bhs inggris + bahasa Rambo + bahasa isyarat).

Dan dia ada terus bersama kami. Bercakap-cakap mengenai proyek FSRU yang ada di dunia. Mr. Alex juga salah satu key not speaker di acara ini. Jadi saya makin senang, dapat temaaaaan. Bwahahahha. Syukur saya nggak begok-begok amat, ditambah Cungki yang ahli pertanyaan secara personal. Si bapak super duper baik deh, mengajak kami diskusi dan berbagi ilmu. Dia bilang dia juga mengadakan workshop pada acara ini (kami hanya mengikuti paket konferensi saja) dan menyukai suasana tanya jawab yang bisa langsung dilakukan. Baiknya lagi, ini bikin saya sedikit malu hati tapi bingung mau nolaknya gimana hingga bersikap "Ya sudaah laaah. Lumayaaan", saat saya sibuk mengunyah cemilan yang saya ambil, beliau tiba-tiba menawarkan untuk membuatkan saya kopi. Saya menolak, tapi dia tetap mengambil dua cangkir. Bwahaha, Ya sudahlaah, kapan lagi kan ya, Sr. Mechanical Engineer Business Development (posisi si bapak panjang amat) buatin kopi. Jadi nikmati saja momennya. Aha-aha.

Dia juga menawari saya akan memberikan saya presentasinya. Baik sekaliiii. Entah bagaimana percakapan kita sampai ke cerita bahwa istrinya ulang tahun saat itu. Ini juga yang bikin saya jadi makin ingat dia (bwahahha, karena yang ngomong bule ni. Entah basa basi entah enggak, yang penting Alhamdulillah), ketika pertanyaan meloncat ke: "Kamu sudah menikah?" "Saya masih single, Pak" "You are a pretty girl" "Hahaha, thank you (saya pake label senyum malu-malu)" "Maybe you wanna looking for Mr. Right?" "Yah, of course" (Cungki, lu nggak boleh ngetawain gue yee, kalo lu baca. Gue gebukin lu entar!!!).

Coffe break selesai. Dan saya kembali melancarkan pertanyaan-pertanyaan lainnya kepada penyaji, karena memang nggak ngerti. Saya sudah lupa kalau kita ini masih anak-anak. Dan ketika saya bertanya, dunia rasanya berpusat hanya pada apa yang saya tanyakan dengan note-note yang saya tuliskan. Entah berapa kali saya bertanya hari itu, yang jelas hal itu membuat orang mengingat. 

Momen perkenalan berkesan saya dengan orang yang berkesan lagi, yaitu Mr. Stephan adalah saat makan siang. Saya memang duduk di belakangnya. Alasan saya menjadi notice orang itu adalah karena saya pernah melihat dia di konferensi yang saya ikuti sebelumnya, karena dia salah satu key note speaker konferensi ini, dan ahahahha si Mr ini cakep (masih anak-anak ya mikirnya). 

Saya dan Cungki memang sangat ingin berkenalan dari awal dia duduk di ruangan itu. Namun karena jarak yang memisahkan, jadinya saya hanya bisa mandang-mandang jauh. Cara berkenalan kami sedikit aneh. Setiap dia lewat di depan saya, maka saya akan senyum. Dia pun tersenyum. Pokoknya susah diungkapkan dengan kata-kata. Saking penasarannya saya berkenalan dengannya. Padahal tinggal jalan aja, tapi setiap mau kenalan, eeeh dia-nya dikerubungin orang.

Lalu saya berdiri dengan selembar kartu nama, diikuti Cungki. Dia juga seperti mengeluarkan sesuatu dari celananya dan benar saja kartu nama. Chit chat sedikit, jadilah bertukar kartu nama. Bertanya kami ini darimana dan bergerak di bagian apa. Hingga dia menyimpulkan, "Pantas saja kamu begitu concern dengan gas infrastructure" "Yes, of course. It is really important for us"

Diakhir acara, bapak-bapak gondrong yang duduk di sebelah saya tiba-tiba nanya. Sumpah ya si bapak ini awalnya bawaannya horor banget. Kita udah duduk dari pagi hingga petang tanpa tegur sapa. "Dari mana dek?" "Saya dari sini, Pak" "Oooh, anak buahnya Pak itu ya?" "Iya, Pak". Ujung-ujungnya kita berteman saja dan si bapak berkata: "Nanti kita main-mainlah ya ke kantor kalian."Well, setidaknya ada Good Will dari kegiatan ini.

Akhir konferensi, saya dadah-dadahan pamit sama bapak-bapak yang lagi bergerombolan menggunakan istilah aneh menurut cungki. "Duluan ya paaak." Tebar senyum ke orang-orang, dan senang. Soalnya orang-orangnya juga senyum ramah. Aahha. Saya juga berkata kepada Mr. Stephan, "Pak, besok bapak datang nggak ke acara ini?" "Ya, saya hadir kok." "Kalau gitu, saya boleh ya nanya-nanya?" "Of course"

Senangnyooooooo... Suka sekali hari itu. Ilmu dapat, networking juga lumayan. Bagi saya, say say hello sama orang itu sudah memuaskan. Hahahaha.

Escape ke Tanah Lot dan Eat Ayam Betutu Pak Man
Pulang dari acara konferensi, kami mencoba mengenal Bali. Awalnya berniat ke salah satu lokasi yang tercantum pada proyek yang sempat kita tangani, namun karena ini adalah momen lain, jadilah kita berbelok untuk melihat Tanah Lot dengan jarak yang sama dengan tempat tujuan awal.



 



Bertemu dengan supir taksi yang baik. Beneran deh baik. Meski dia menungguin kita hingga lebih dari 1 jam, dia tidak menghidupkan argo. Supir taksi itu namanya Pak Pepeng, orang Surabaya. Menghitung jarak suatu tempat berdasarkan argo. Kebalik memang caranya. 

Sayang sekali, kita sampai di sana saat sunset sudah berakhir. Yang bersisa hanya semburat merah di ufuk barat sana. Suasana sudah gelap. Berjalan berlawanan arah dengan arus kebanyakan. Berfoto seadanya dengan kamera bb seadanya, sebab tidak membawa kamera lain. Hahaha.

(Mengunyah versi kuli)

Cukup sulit mencari makanan halal di sini. Begitu juga cerita dari pak Pepeng. Ketika kami menanyakan ada makanan enak apa yang ada, dia bilang bahwa makanan enak banyak. Tetapi kalau halal, nah itu susah mencarinya. (Sepanjang perjalanan juga memang sangat sering melihat tulisan: Babi Panggang. Terima Pesanan. Ouch, susah) Karena dia sudah 3 tahun berada di sini, jadilah kita minta diantarkan ke salah satu rumah makan muslim yang menjual masakan khas Bali. Rasanya, yaaah enak.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...