Abu-abu selalu menemani saya, layaknya Putih. Tapi saya sudah pisah dengan mereka, ini kisah 9 tahun yang lalu
(Source: here)
Ada sebuah cerita, cerita dari masa lalu. Cerita tentang adik saya.
Dia menatap makhluk itu dengan iba di depan sebuah rumah.
Wajah makhluk itu begitu memelas dan meminta perhatian, terlihat begitu terlantar.
Hatinya luluh saat itu juga dan membawa makhluk itu pulang.
Sedang saya, saya sibuk dengan makhluk kepunyaan saya. Dia yang saya temui sejak kelas 5 SD, masuk dengan langkah malu-malu ke dalam rumah. Saya mendekatinya dan dia berlari keluar dengan takut. Tapi itu hanya sebentar saja, sekali saya sentuh dia langsung menjadi jinak. Dan sejak itu, kami bersahabat. Saya sayang dia, selayaknya dia sayang saya. Mama pernah mengatakan bahwa makhluk itu tahu mana yang menyayanginya mana yang tidak. Ya, saya sayang makhluk itu, se sayang nabi kepada mereka (ini sedikit berlebihan). Ya, makhluk itu adalah kucing. Binatang kesayangan Nabi Muhammad. Kucing saya berwarna putih, sehingga kami memanggilnya si putih.
Sewaktu Ilid, adik saya, membawa kucing yang ditemukannya itu pulang. Dia pulang dengan bercucuran air mata, sebab dia sangat sediiiih sekali menatap kucing itu sendiri di sana. Jadilah dia merawat dengan penuh cinta dan kasih sayang. Kucing saya yang saat itu sedang mempunyai tiga ekor anak membiarkan kucing ilid bergabung bersama anak-anaknya. Bahkan membiarkan kucing yang entah darimana asalnya itu menyusu kepadanya.
Saya biasa saja menatapnya. Dia lucu, berwarna putih abu-abu, dengan mata penuhnya. Kalau saja saya bermain dengan si abu-abu, maka si putih langsung cemburu dan mencoba merebut perhatian saya dengan mengeong terus menerus di kaki saya. Ikatan batin saya dengan si Putih memang kuat. Kalau saya pulang sekolah, dia selalu ada di depan rumah, menunggu saya pulang dan kami akan berjalan bersama memasuki rumah. Dia akan selalu duduk di samping saya, selama saya di rumah, meski sesekali bermain di dunianya. Tentu saja saya kembali ke si putih dan meminta ilid mengambil si abu-abu kembali. Kucing yang telah ilid deklarasikan sebagai kucing miliknya itu.
Namun, usaha abu-abu tak pernah pupus mencoba mendekati saya. Hwahhaha, entah efek feromon apa yang saya sebarkan ke kucing ini yang menyebabkan dia begitu ingin bersama saya. Suatu hari ketika saya demam dan hanya bisa terdiam di tempat tidur, abu-abu akan menemani saya. Tidur di sebelah kanan saya, menunggui saya. Masih terasa kebersamaan yang kami lewati, dalam diam dia memperhatikan saya. Sepanjang saya sakit dia selalu ada, hanya sesekali meninggalkan saya untuk melakukan aktivitasnya.
Lantas apa yang jadi masalah? Kalau beberapa waktu yang lalu, kucing saya si putih yang cemburu, sekarang adik saya yang cemburu. Bwakakakkakak. Apa coba ini? Adik saya cemburu karena merasa kucing ini sudah durhaka kepadanya. Kucing itu malah lebih sayang kepada saya daripada kepadanya. Saya hanya bisa tertawa-tertawa saja.
"Bukan kakak yang mencoba untuk menarik perhatiannya, loh Lid. Dia sendiri yang nempel-nempel sama kakak," selalu itu yang saya ucapkan jika wajah drama adik saya mulai muncul.
Tadi tiba-tiba percakapan itu jatuh ke topik ini. Ternyata ingatan ilid tidak pudar meski sudah 9 tahun yang lalu. "Udah kak, jangan ngomongin lagi. Kucing itu durhaka, hehehe. Dia lebih milih kakak daripada ilid. Huh, dasar durhaka. Wkwkwkw"
Bener aja. Dia nggak lupa. Sayang sekali dia sudah diambil orang, si abu-abu itu. Tetapi memang rumah kami selalu saja ada kucing yang datang. Pokoknya rumah saya tidak pernah sepi dari kucing. Selalu saja ada pengunjung tetap dan selanjutnya malah jadi penghuni tetap. Semoga saja itu pertanda bahwa pintu rezeki selalu di buka di rumah kami. Semoga saja. Sekarang ini ada tiga ekor anak kucing lucu di rumah: Sipo, Doki, dan Oki. Mereka lucuuuuu sekali. Putih bersih dan lincah.
"Aaaah, Ilid jadi ingat sama si abu-abu. Wkwkwk, sudah diambil lagi sama si Yugo. Orang yang punya."
"Padahal dulu Ilid kira, dia kucing terlantar, habis matanya itu bikin iba"
"Ternyata itu kucing nangkring di depan rumah pemiliknya, hahhaha"
"Tapi kakak jangan ngomongin dia lagi, dia itu durhaka. Lebih milih kakak daripada Ilid"
(Cerita sendu Ilid di masa lalu)
No comments:
Post a Comment